Existence of Environmentalist
Pada zaman kini, eksistensi pecinta alam sebagai kumpulan orang yang memiliki “visi kerakyatan” mulai dipertanyakan. Mungkin bagi sebagian orang, Mapala nampaknya tidak identik dengan orang yang memiliki jiwa nasionalisme. Mapala hanya terlihat memprioritaskan kegiatan petualangannya. Mereka berlomba-lomba memperoleh “prestise” atau kebanggaan bagi nama organisasi, dengan mendaki gunung yang tertinggi, menelusuri gua yang terdalam, memanjat tebing yang terjal dan mengarungi sungai yang ekstrem. Wajar bila ada orang yang menilai bahwa Mapala sangat nyaman dengan kegiatan olahraga petualangannya.
Dalam
Etika Lingkungan Hidup Universal disebutkan yaitu: “Take nothing but picture, leave nothing but footprint, kill nothing
but time.” Yang artinya, tidak mengambil apapun kecuali gambar, tidak
meninggalkan apapun kecuali jejak kaki dan tidak membunuh apapun kecuali waktu.
Dalam Kode Etik Pecinta Alam Indonesia, disebutkan yaitu: Pecinta Alam
Indonesia sadar bahwa alam beserta isinya adalah ciptaan Tuhan Yang Maha Esa,
Pecinta Alam Indonesia sebagai bagian dari masyarakat Indonesia sadar akan
tanggung jawab kami kepada Tuhan, Bangsa, dan Tanah Air, Pecinta alam Indonesia
sadar bahwa pecinta alam sebagai makhluk yang mencintai alam sebagai anugerah
Tuhan Yang Maha Esa. Sesuai dengan hakekat diatas, maka kami dengan kesadaran
menyatakan : (1) Mengabdi kepada Tuhan Yang Maha Esa, (2) Memelihara alam
beserta isinya serta menggunakan sumber alam sesuai dengan kebutuhannya, (3)
Mengabdi kepada bangsa dan tanah air, (4) Menghormati tata kehidupan yang
berlaku pada masyarakat sekitarnya serta menghargai manusia dengan kerabatnya,
(5) Berusaha mempererat tali persaudaraan antar pecinta alam sesuai azas
pecinta alam, (6) Berusaha saling membantu serta saling menghargai pelaksanaan
pengabdian terhadap Tuhan, Bangsa dan tanah air, (7) Selesai.
Berdasarkan
Kode Etik Pecinta Alam dan terbitnya Surat Keputusan NKK, maka terjadi
pergeseran sikap wujud nasionalisme Mapala. Dengan adanya NKK, perkumpulan
mahasiswa termasuk organisasi Mapala tidak boleh terlibat dalam dunia politik.
Dengan kode etik pecinta alam maka timbul suatu kesadaran untuk menjadikan
Pecinta Alam sebagai aktivitas yang beretika, cerdas, manusiawi/humanis,
pro-ekologis, patriotisme dan anti-rasial. Kegiatan Mapala saat ini, seperti
olahraga petualangan, konservasi penyelamatan lingkungan dan mitigasi bencana
masih dalam koridor kode etik pecinta alam.
Awalnya
pecinta alam sangat identik dengan naik gunung. Seiring berkembangnya kegiatan
kepecintaalaman serta kemampuan dasar yang dimiliki Mapala, organisasi Mapala
terlibat langsung menjadi relawan dalam berbagai jenis bencana. Setelah itu,
Mapala harus dibekali materi mitigasi bencana seperti pengetahuan dan aplikasi
manajemen bencana agar keterampilan di lapangan meningkat. Peran organisasi
Mapala adalah meningkatkan pengetahuan dan keterampilan anggota, seperti
mengadakan materi manajemen risiko bencana bekerja sama dengan Basarnas dan
Pemerintah Daerah setempat.
Berdasarkan
kajian, sampai saat ini Mapala terbukti memiliki jiwa nasionalisme. Keberadaan
Mapala yang menyebar di seluruh nusantara, seharusnya menjadi bibit potensial
untuk menciptaan pesatuan dan kesatuan di kalangan generasi muda saat ini dan
pada waktu mendatang. Mapala adalah orang yang sehat dan berjiwa bebas karena
terbiasa mengeksplor dirinya dalam suasana alam bebas. Namun, kebebasan ini
membutuhkan wadah yang tepat agar tidak menjadi anarkis. Hal ini merupakan
tugas Institusi Kampus dan pemerintah untuk memfasilitasi dan mengawasi sepak
terjang organisasi Mapala. Mapala mengekspresikan Belajar, Meneliti, dan
Mengabdi (BMM) kepada bangsa dan tanah air, yang termaktub dalam Tri Dharma perguruan
tinggi, dengan penyelamatan lingkungan hidup, menjadi relawan (mitigasi
bencana), dan berprestasi dalam olahraga petualangan
Untuk informasi lebih lanjut mengenai pecinta alam, bisa diakses melalui channel youtube Rimbapala Kehutanan USU. Terima kasih
Penulis: Jesica Simanjuntak
(Kutam)
Editor:
Putri Armenia Urelia (Mrende)