Lestarii

Rabu, 28 September 2022

EKSPEDISI SEKRET OLEH RIMBAPALA DANADYAKSA ANANTA

 Ekspedisi sekret ini merupakan kegiatan yang bertujuan untuk menambah wawasan, menjalin tali persaudaraan se-MAPALA SU bagi anggota muda Rimbapala Kehutanan USU khususnya Rimbapala Danadyaksa Ananta.
































Kamis, 01 September 2022

Siapakah Pecinta Alam?

 

Prof. Dr. Hamka (1983) berkata “Bahwasanya memperhatikan keindahan alam itu, menambah harga diri”


Pecinta alam berasal dari dua suku kata “CINTA” dan “ALAM”. Secara harfiah cinta berarti sebuah rasa yang timbul dari dalam kalbu yang mendorong seseorang yang mempunyai rasa tersebut untuk melakukan sebuah tindakan. Sedangkan alam berarti segala bagian yang terdapat di muka bumi baik hidup maupun mati. Secara luas pecinta alam didefinisikan untuk seseorang yang memiliki rasa dalam kalbu terhadap segala bagian dari bumi ini sehingga mendorong seseorang tersebut untuk melakukan sesuatu.


Sekarang pertanyaannya adalah apakah seseorang yang pecinta dan penyayang binatang adalah seseorang pecinta alam? atau seseorang penggemar bunga itu juga seorang pecinta alam? Dalam skala kecil jawabanya adalah iya. Mengapa karena mereka mempunyai rasa dari dalam kalbu terhadap apa yang disukainya sehingga mendorong mereka melakukan tindakan. Tetapi dari sinilah pengertian pecinta alam dan kehidupannya atau prinsip-prinsip dalam yang berlaku pada masyarakat.

Mengapa kegiatan mencintai alam begitu identik dengan bertualang mendaki gunung, merayap di tebing-tebing terjal ataupun menyusuri lorong-lorong gua yang gelap hanya diterangi seberkas sinar? Alam yang garang dan keras menjanjikan sebuah kehidupan yang dibungkus sebuah keindahan, sehingga seribu bahaya seolah merupakan daya tarik tersendiri bagi sekelompok orang. Itulah yang mendorong sebagian orang untuk mendaki gunung dengan tas ransel di punggungnya, merayap di tebingan terjal atau menyusuri lorong gua yang gelap. Adalah hal yang tak lazim dilakukan orang lain kebanyakan, maka akan dilakukanya.


Seorang pecinta alam haruslah peka akan gejala alam, harus tau akan ciri alam, karena kita hidup di tengah-tengah alam, karena kita adalah bagian dari alam. Dari alamlah manusia akana menghadapi kesulitan atau hambatan-hambatan baik yang kecil ataupun berisiko besar. Disadari atau tidak manusia terdapat keinginan untuk mengalami kesukaran atau hambatan, apakah untuk kepuasan egonya ataupun untuk menikmati penderitaan itu sendiri. Menurut Babulhairien (2005) secara garis besar, pecinta alam dibagi dalam dua bagian yaitu: 


1.      Pecinta Alam Outdoor, yaitu pecinta alam yang bergelut dialam bebas dengan kapasitas dan kemampuan masing-masing

2.      Pecinta Alam Indoor, yaitu pecinta alam yang kapasitas dan kemampuannya hanya cukup untuk didalam ruangan dan tidak aktif dialam bebas, dengan hanya memproses hasil penelitian didalam ruangan.


Tidak semua orang dapat mencintai alam dengan bergerak aktif dialam bebas, tetapi ada sebagian yang mempunyai keinginan yang kuat untuk mencintai alam dan tidak bisa bergerak di alam bebas dengan segala keterbatasnnya. Alam ini begitu indah, sungguh sangat rugi untuk melewatkanya. Karena pada dasarnya Tuhan YME menciptakan alam dengan segala isinya untuk kebahagiaan umat manusia, agar umat manusia itu bersyukur kepadanya.


Sayid Mustafa Luthfi Al Manfaluhi dalam bukunya Majdulin, berkata tentang alam dan kebahagiaan: “Carilah kebahagiaan didalam rimba dan belukar, di bukit-bukit, dikebun dan kayu-kayu, di daun yang hijau dan bunga yang mekar, didanau dan sungai yang mengalir. Carilah bahagia pada sang surya, yang terbit pagi hari dan terbenam sore, pada awan yang sedang bergerak dan berkumpul, pada binatang yang sedang berkelap kelip, pada burung yang sedang hinggap dan terbang, dan yang tetap ditempatnya. Carilah kebahagiaan dikebun bunga dekat rumahmu, dibadarnya yang baru dibuat dibarisan tamannya yang baru diatur. Carilah di pinggir sungai sambil berenung, di puncak-puncak bukit yang didaki dengan payah, ke dalam lurah yang dituruni. Carilah ketika mendengar aliran air di tengah malam, pada bunyi anginan sepoi-sepoi basah, pada persentuhan daun kayu yang hendak lurut, pada bunyi jangkrik tengah malam, dan bunyi kata di tengah sawah. Dalam semua yang disebutkan tadi itu tersimpanlah bahagia yang sejati, yang indah, mulia, murni, sakti yang menyuruh paham menjalar, menyuruh perasaan menjalar ke dalam keindahan, menghidupankan hati yang telah mati, mendatangkan ketentraman yang sejati dalam lapangan hayat.”


Apakah seorang pecinta alam harus bergaya urakan dengan jeans butut yang sobek di sana sini, baju kaos, memakai gelang segala tali, rambut gondrong, atau kalau perlu kompor parafin digantungnya. Sehingga begitu bangganya dia berjalan, orang lain berdecak kagum dan berkata “Pasti Pecinta Alam.” Tetapi tunggu dulu, seseorang yang mencintai alam terlebih dahulu harus mencintai dirinya sendiri, itu akan terlihat dari pola kehidupannya sehari-hari. Salah satu cermin tindakan mencintai diri sendiri adalah dengan berpenampilan rapi dan sedap dipandang mata. Pecinta alam tidak harus urakan dan tidak rapi, KARENA PECINTA ALAM BUKANLAH SEBUAH STYLE ATAU GAYA. Pecinta alam adalah seseorang yang mendedikasikan dirinya mencintai diri sendiri, sesama makhluk hidup dan alam. 

Berdasarkan hal di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa seorang pecinta alam adalah seorang peminat alam baik isinya maupun sifat-sifatnya yang menyadari kedudukannya sebagai manusia dalam populasi yang hidup dalam suatu ekosistem di tengah alam yang juga memiliki tanggung jawab moral terhadap kelestarian alam sekitarnya.


Untuk mengikuti kegiatan pecinta alam perlu disadari dan dipahami dengan jelas akan tujuan bagi dirinya sendiri, apakah hanya untuk gagah-gagahan, bertualang, rekreasi ataupun penelitian. Dengan menyadari tujuan pecinta alam, mudah-mudahan kita akan tahu makna dan daya gunanya serta mendapatkan yang terbaik untuk kita.


Penulis: Jumet (Mhd. Rizky Hadinata)

Editor: Mrende (Putri Armenia Urelia)


 


PERDAGANGAN DAN PERBURUAN LIAR : Mengambil Untung, Lingkungan Buntung

 




Indonesia merupakan salah satu rumah bagi satwa-satwa, baik yang dilindungi maupun yang tidak dilindungi. Setiap satwa memiliki porsi masing-masing, diantaranya ada 12% mamalia, 16% reptil dan amfibi, 17% burung, 25% ikan, dan sisanya 10% tanaman berbunga. Tingkat endemisme yang tinggi dengan keunikan tersendiri yang menjadi salah satu faktor keanekaragaman hayati dan non hayati bertebaran tumbuh di Indonesia.

Pemanfaatan keanekaragaman hayati dan non hayati tidak boleh secara berlebihan, contohnya pemanfaatan satwa liar. Sadwa liar yang ada dilarang dimiliki, diplihara, diburu dan diperdagangan, namun masih banyak masyarakat yang tidak dapat membedakan sadwa liar (dilindungi) dan sadwa yang tidak dilindungi. Perdagangan sadwa secara ilegal merupakan faktor pendorong hilangnya sadwa liar secara global. Maraknya perdagangan sadwa liar secara ilegal sehingga memicu tingginya perburuan liar.

Perdagangan sadwa liar masih marak terjadi meski pemerintah sudah mengaturnya dalam Undang- Undang.  Tertera jelas dalam Undang-Undang RI No 5/1990 mengenai Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya yang mengatur tentang larangan jual beli satwa langka dan dilindungi. Bahkan dalam pasal 40 ayat (2) pun menerangkan, apabila melanggar Pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 33 ayat (3) dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 100.000.000. Adanya Undang-Undang ini tidak membuat perdagangan satwa liar terhenti, kerena tingginya permintaan satwa liar ini maka perburuan liar semakin meningkat.

Perdagangan satwa liar saat ini sudah semakin marak setelah adanya penjualan satwa melalui media online. Perdangangan ini juga tidak hanya dilakukan oleh kalangan yang sudah berumur 40-an tahun, tetapi banyak juga generasi-generasi muda yang terlibat di dalamnya. Contohnya yaitu modus ini juga muncul dalam kasus dugaan penyelundupan 41 komodo di Jawa Timur, pada tanggal 29 Maret 2021. Para pelaku disebut menjual komodo melalui Facebook. "Mereka bergerak secara klandestin, jadi susah dideteksi. Mereka sebar iklan, setelah ada yang respons atau membeli, mereka hapus akun itu," Dari kasus penjualan 41 komodo di Jawa Timur ditangkap 8 orang pelaku dan satu dari delapan pelaku merupakan seorang mahasiswa. Ini menunjukkan bahwa masih banyak mahasiswa atau generasi penerus bangsa yang kurang peduli terhadap lingkungan sekitar.



Perdagangan ilegal satwa liar terjadi dengan berbagai macam faktor. Penyebab terjadinya perdagangan ilegal satwa liar seperti faktor ekonomi, lingkungan, satwa sebagai hiburan, bahan narkoba dan konversi hutan menjadi perkebunan sawit. Perdagangan ilegal satwa liar memiliki kendala serta hambatan dalam penegakannya oleh pemerintah. Kesenjangan dan tantangan utama penegakan hukum dalam perdagangan ilegal satwa liar meliputi cakupan hukum, deteksi dan pelaporan, penangkapan dan penahanan pelaku, pendaftaran kasus dan tuntutan yang diberikan kepada pelaku serta implementasi dan penegakan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Hasil penelitian ini, telah diketahui Pemerintah berupaya menanggulangi perdagangan ilegal satwa liar dengan berbagai cara seperti advokasi peraturan dan perundang-undangan yang berkaitan dengan satwa, peningkatan sarana dan prasana bagi penegak hukum dalam mengatasi perdagangan ilegal satwa liar serta melibatkan masyarakat dan pihak-pihak lain seperti lembaga swadaya masyarakat (LSM) secara aktif.

Dalam memecahkan rantai perdagangan satwa liar ini, perjanjian pelarangan perdagangan antar negara saja tampaknya belum cukup. Mengingat salah satu faktor pemicunya adalah masalah ekonomi.  Oleh sebab itu dalam melakukan perjanjian ini, faktor ekonomi harus dimasukkan dalam perjanjian. Melarang dan menghukum saja tidak akan memecahkan masalah karena akar permasalahan yang memicu pelaku melakukan perdagangan satwa liar ini adalah masalah ekonomi.

BKSDA Sumbar Gagalkan Penyeludupan Satwa Liar di Pelabuhan Bungus Padang

Penggagalan ini berawal dari Informasi petugas Balai Taman Nasional (BTN) Siberut mengenai adanya oknum yang membawa burung beo dengan memanfaatkan moment mudik lebaran. Dari Informasi tersebut petugas WRU BKSDA Sumbar bergerak menuju pelabuhan Angkutan Sungai Dan Penyeberangan (ASDP) Bungus. Sesampai di lokasi, petugas melakukan penyergapan di Kapal Ambu dan mendapatkan 3 (tiga) ekor burung beo mentawai yang ditinggalkan oleh pelaku yang telah melarikan diri.

Pada tanggal 23 April 2022, petugas BTN Siberut juga berhasil menggagalkan 5 (lima) ekor burung mentawai di pelabuhan Simailepet yang hendak dibawa ke Padang di Kapal Mentawai Fest sebelum kapal berangkat ke palabuhan Mentawai Fest di Padang dan langsung dilepasliarkan. Beo Mentawai termasuk jenis satwa yang dilindungi bedasarkan Permen LHK No. P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018. Satwa ini dilindungi karena sudah terancam punah, perburuan akan beo mentawai ini sangat tinggi mengingat suara dan bentuknya yang khas dan unik.

Ketua BKSDA menyampaikan himbauan yaitu kepada seluruh masyarakat saya himbau untuk tidak menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut dan memperniagakansatwa dilindungi dalam keaadaan hidup atau mati ataupun berupa bagian tubuh, telur dan merusak sarangnya. Mari kita bersama sama menjaga serta melestarikan tumbuhan dan satwa liar dilindungi.

“Indonesia sebagai negara yang dikenal sebagai negara mega biodiversity perlu melakukan upaya keras agar dapat mengurangi perdagangan satwa liar terutama yang dilindungi dengan status langka. Jika hal ini tidak serius dilakukan maka dalam kurun waktu yang tidak terlalu lama, status mega biodiversity ini akan hilang dan tentunya akan merusak reputasi Indonesia di tatanan internasional. Indonesia memang masih memiliki hutan, namun satwa liar penghuni hutan secara pasti akan menghilang jika tidak dilakukan tindakan penegakan hukum yang serius dan juga pemenuhan kebutuhan masyarakat di sekitar hutan agar menjadi bagian dalam melakukan pelestarian satwa liar,”

 

Penulis: Pepi D (Sola Gratia br Sinuraya)

Editor: Mrende (Putri Armenia Urelia)


Rabu, 29 Juni 2022

Eksistensi Pecinta Alam (Existence of Environmentalist)

 Existence of Environmentalist

Pada zaman kini, eksistensi pecinta alam sebagai kumpulan orang yang memiliki “visi kerakyatan” mulai dipertanyakan. Mungkin bagi sebagian orang, Mapala nampaknya tidak identik dengan orang yang memiliki jiwa nasionalisme. Mapala hanya terlihat memprioritaskan kegiatan petualangannya. Mereka berlomba-lomba memperoleh “prestise” atau kebanggaan bagi nama organisasi, dengan mendaki gunung yang tertinggi, menelusuri gua yang terdalam, memanjat tebing yang terjal dan mengarungi sungai yang ekstrem. Wajar bila ada orang yang menilai bahwa Mapala sangat nyaman dengan kegiatan olahraga petualangannya.


Dalam Etika Lingkungan Hidup Universal disebutkan yaitu: “Take nothing but picture, leave nothing but footprint, kill nothing but time.” Yang artinya, tidak mengambil apapun kecuali gambar, tidak meninggalkan apapun kecuali jejak kaki dan tidak membunuh apapun kecuali waktu. Dalam Kode Etik Pecinta Alam Indonesia, disebutkan yaitu: Pecinta Alam Indonesia sadar bahwa alam beserta isinya adalah ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, Pecinta Alam Indonesia sebagai bagian dari masyarakat Indonesia sadar akan tanggung jawab kami kepada Tuhan, Bangsa, dan Tanah Air, Pecinta alam Indonesia sadar bahwa pecinta alam sebagai makhluk yang mencintai alam sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa. Sesuai dengan hakekat diatas, maka kami dengan kesadaran menyatakan : (1) Mengabdi kepada Tuhan Yang Maha Esa, (2) Memelihara alam beserta isinya serta menggunakan sumber alam sesuai dengan kebutuhannya, (3) Mengabdi kepada bangsa dan tanah air, (4) Menghormati tata kehidupan yang berlaku pada masyarakat sekitarnya serta menghargai manusia dengan kerabatnya, (5) Berusaha mempererat tali persaudaraan antar pecinta alam sesuai azas pecinta alam, (6) Berusaha saling membantu serta saling menghargai pelaksanaan pengabdian terhadap Tuhan, Bangsa dan tanah air, (7) Selesai.


Berdasarkan Kode Etik Pecinta Alam dan terbitnya Surat Keputusan NKK, maka terjadi pergeseran sikap wujud nasionalisme Mapala. Dengan adanya NKK, perkumpulan mahasiswa termasuk organisasi Mapala tidak boleh terlibat dalam dunia politik. Dengan kode etik pecinta alam maka timbul suatu kesadaran untuk menjadikan Pecinta Alam sebagai aktivitas yang beretika, cerdas, manusiawi/humanis, pro-ekologis, patriotisme dan anti-rasial. Kegiatan Mapala saat ini, seperti olahraga petualangan, konservasi penyelamatan lingkungan dan mitigasi bencana masih dalam koridor kode etik pecinta alam.


Awalnya pecinta alam sangat identik dengan naik gunung. Seiring berkembangnya kegiatan kepecintaalaman serta kemampuan dasar yang dimiliki Mapala, organisasi Mapala terlibat langsung menjadi relawan dalam berbagai jenis bencana. Setelah itu, Mapala harus dibekali materi mitigasi bencana seperti pengetahuan dan aplikasi manajemen bencana agar keterampilan di lapangan meningkat. Peran organisasi Mapala adalah meningkatkan pengetahuan dan keterampilan anggota, seperti mengadakan materi manajemen risiko bencana bekerja sama dengan Basarnas dan Pemerintah Daerah setempat.


Berdasarkan kajian, sampai saat ini Mapala terbukti memiliki jiwa nasionalisme. Keberadaan Mapala yang menyebar di seluruh nusantara, seharusnya menjadi bibit potensial untuk menciptaan pesatuan dan kesatuan di kalangan generasi muda saat ini dan pada waktu mendatang. Mapala adalah orang yang sehat dan berjiwa bebas karena terbiasa mengeksplor dirinya dalam suasana alam bebas. Namun, kebebasan ini membutuhkan wadah yang tepat agar tidak menjadi anarkis. Hal ini merupakan tugas Institusi Kampus dan pemerintah untuk memfasilitasi dan mengawasi sepak terjang organisasi Mapala. Mapala mengekspresikan Belajar, Meneliti, dan Mengabdi (BMM) kepada bangsa dan tanah air, yang termaktub dalam Tri Dharma perguruan tinggi, dengan penyelamatan lingkungan hidup, menjadi relawan (mitigasi bencana), dan berprestasi dalam olahraga petualangan


Untuk informasi lebih lanjut mengenai pecinta alam, bisa diakses melalui channel youtube Rimbapala Kehutanan USU. Terima kasih

Penulis: Jesica Simanjuntak (Kutam)

Editor: Putri Armenia Urelia (Mrende)

Minggu, 05 Juni 2022

MITIGASI KONFLIK MANUSIA VS SATWA LIAR (Pongo tapanuliensis)

 

Mitigasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), adalah tindakan mengurangi dampak bencana. Sedasngkan konflik dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah percekcokan, perselisihan, dan pertentangan. Konflik berasal dari kata kerja latin ‘configere’ yang artinya saling memukul.

Satwa liar yang sering berkonflik diantaranya adalah Orangutan. Konflik terjadi sebagai bentuk akibat beberapa faktor, peralihan lahan hutan menjadi kebun dan pemukiman maupun eksploitasi berlebihan terhadap sumber pakan satwa liar di alam

 A. Orangutan Sumatera

Orangutan sumatera (Pongo tapanuliensis) adalah spesies orangutan terlangka. Orangutan sumatra hidup dan endemik di Sumatra, sebuah pulau yang terletak di Indonesia. Tubuh mereka lebih kecil daripada orangutan kalimantan. Orangutan sumatra memiliki tinggi sekitar 4,6 kaki dan berat 200 pon. Hewan betina berukuran lebih kecil, dengan tinggi 3 kaki dan berat 100 pon. Lanskap Batangtoru secara administratif meliputi tiga kabupaten, yaitu tapanuli utara, tengah, dan selatan. Hutan diperkirakan sekitar 140.535 ha,yang meliputi hutan lindung (51,5%), cagar alam (6,2%), hutan produksi (5,3%), kawasan pemanfaatan lainnya.

B. Penyebab Konflik Serta Perburuan Satwa Liar 

Perburuan Orangutan yang sulit dihentikan dan diburu untuk diperdagangkan secara ilegal dan dijadikan hewan peliharaan sehingga Populasi mereka terancam punah. Orangutan tapanuli diperkirakan tersisa 577-760 individu dan hanya ditemukan di lanskap batangtoru. 

1. Penggunaan Lahan 

Masyarakat Tapanuli seperti desa luat lombang dan rambassiasur memanfaatkan Lanskap Batangtoru sebagai lahan pertanian dan pemukiman sampai sebatas cagar alam. Fungsi hutan dataran rendah berubah menjadi kawasan pemukiman, pertanian, dan kebun masyarakat. Perusakan habitat terjadi secara masif hingga ketersediaan jelajah, sumber pakan, dan pohon bersarang di hutan dataran rendah terbatas. Fenomena ini menyebabkan Orangutan pindah ke habitat yang lebih aman untuk menghindari perburuan dan konflik. 

2. Kerusakan hutan oleh Manusia 

Pertumbuhan penduduk menyebabkan perluasan pembukaan lahan dan peningkatan penebangan hutan seperti rotan, lateks, dan buah-buahan menyebabkan kerusakan hutan sehingga orangutan akan lebih sulit untuk menemukan pohon sarang karena akan menghadapi konflik atau diburu oleh manusia

C. Kerugian Yang Diderita/Dialami Satwa  

Orangutan dianggap sebagai hama, dan karenanya diburu oleh manusia. Di beberapa desa di lanskap batangtoru, orangutan yang memasuki ladang masyarakat diusir dan dibunuh karena konflik dengan manusia. 

Manusia  

1.      Orangutan sering mengunjungi buffer zone sebagai lahan yang dikelola oleh masyarakat, terutama di desa-desa sekitar seperti Dolok Sibual-buali. Orangutan sering datang ke lahan masyarakat selama musim durian untuk mencari makan. Orangutan  juga merusak dan memakan tanaman, seperti durian (durio zibethinus murray), petai (parkia speciosa hassk), dan aren (arenga pinnata merr). 

2.      Terdapat beberapa Orangutan membuat sarang di pohon durian di Desa Aek Batang Paya sehingga mengganggu aktivitas penduduk. 

D. Mitigasi Yang Dilakukan Serta Strategi jangka panjang 

            Program yang dilakukan adalah restorasi habitat, pembuatan penghalang, perlindungan  tanaman, pembangunan koridor, penegakan hukum, dan pembangunan ekonomi desa. Di sisi lain, pengayaan pohon sarang dan pakan alami di hutan produksi yang berbatasan dengan hutan konservasi terus ditingkatkan oleh Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) di kabupaten Tapanuli Selatan. 

- Sedangkan Strategi jangka pendek 

Program yang dibutuhkan adalah pemberian kompensasi berupa hal yang dapat meningkatkan hasil dalam sistem agroforestri dengan jaminan dari masyarakat untuk menyerahkan tanamannya sebagai pohon makanan dan sarang Orangutan. 

Kompensasi yang diberikan kepada masyarakat dapat berupa: (i) bibit tanaman yang tidak dikonsumsi oleh orangutan, seperti kopi, kakao, dan salak, (ii) tanaman pupuk untuk meningkatkan produktivitas tanaman, (iii) mesin untuk membajak sawah dan lahan pertanian , (iv) pengetahuan dan penyuluhan untuk mengoptimalkan hasil panen, dan (v) pengembangan sumber ekonomi alternatif lainnya, seperti ekowisata desa dan perikanan. 


Demikianlah informasi mengenai mitigasi konflik manusia dan satwa liar, untuk informasi lainnya bisa anda temukan pada website blog Rimbapala Kehutanan USU.


Penulis: Marolop Febrianto Purba (Artok)

Editor: Putri Armenia Urelia (Mrende)


Kamis, 17 Februari 2022

Ekspedisi Sekret Rimbapala Bara Sukma

 Kegiatan Ekspedisi Sekret Mahasiswa Pecinta Alam Sumatera Utara

Kegiatan ini bertujuan untuk menambah wawasan, menjalin tali persaudaraan se MAPALA- SU untuk Anggota Muda RIMBAPALA Kehutanan USU.


















Ekspedisi Sekret Rimbapala Boras Pati

Kegiatan ini bertujuan untuk menambah wawasan, menjalin tali persaudaraan se MAPALA- SU untuk Anggota Muda RIMBAPALA Kehutanan USU. 1. Gempa...