Indonesia
merupakan salah satu rumah bagi satwa-satwa, baik yang dilindungi maupun yang
tidak dilindungi. Setiap satwa memiliki porsi masing-masing, diantaranya ada
12% mamalia, 16% reptil dan amfibi, 17% burung, 25% ikan, dan sisanya 10%
tanaman berbunga. Tingkat endemisme yang tinggi dengan keunikan tersendiri yang
menjadi salah satu faktor keanekaragaman hayati dan non hayati bertebaran
tumbuh di Indonesia.
Pemanfaatan keanekaragaman hayati dan non hayati tidak boleh secara
berlebihan, contohnya pemanfaatan satwa liar. Sadwa liar yang ada dilarang
dimiliki, diplihara, diburu dan diperdagangan, namun masih banyak masyarakat
yang tidak dapat membedakan sadwa liar (dilindungi) dan sadwa yang tidak
dilindungi. Perdagangan sadwa secara ilegal merupakan faktor pendorong
hilangnya sadwa liar secara global. Maraknya perdagangan sadwa liar secara
ilegal sehingga memicu tingginya perburuan liar.
Perdagangan sadwa liar masih marak terjadi meski pemerintah sudah
mengaturnya dalam Undang- Undang. Tertera
jelas dalam Undang-Undang RI No 5/1990 mengenai Konservasi Sumber Daya Alam
Hayati dan Ekosistemnya yang mengatur tentang larangan jual beli satwa langka
dan dilindungi. Bahkan dalam pasal 40 ayat (2) pun menerangkan, apabila melanggar
Pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 33 ayat (3) dapat dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp
100.000.000. Adanya
Undang-Undang ini tidak membuat perdagangan satwa liar terhenti, kerena
tingginya permintaan satwa liar ini maka perburuan liar semakin meningkat.
Perdagangan satwa liar saat ini sudah semakin marak setelah adanya
penjualan satwa melalui media online. Perdangangan ini juga
tidak hanya dilakukan oleh kalangan yang sudah berumur 40-an tahun, tetapi
banyak juga generasi-generasi muda yang terlibat di dalamnya.
Contohnya yaitu modus ini juga muncul dalam kasus
dugaan penyelundupan 41 komodo di Jawa Timur, pada tanggal 29 Maret 2021. Para pelaku disebut
menjual komodo melalui Facebook. "Mereka
bergerak secara klandestin, jadi susah dideteksi. Mereka sebar iklan, setelah
ada yang respons atau membeli, mereka hapus akun itu," Dari kasus penjualan 41 komodo di Jawa Timur
ditangkap 8 orang pelaku dan satu dari delapan pelaku merupakan seorang
mahasiswa. Ini menunjukkan bahwa masih banyak mahasiswa atau generasi penerus
bangsa yang kurang peduli terhadap lingkungan sekitar.
Perdagangan
ilegal satwa liar terjadi dengan berbagai macam faktor. Penyebab terjadinya
perdagangan ilegal satwa liar seperti faktor ekonomi, lingkungan, satwa sebagai
hiburan, bahan narkoba dan konversi hutan menjadi perkebunan sawit. Perdagangan
ilegal satwa liar memiliki kendala serta hambatan dalam penegakannya oleh
pemerintah. Kesenjangan dan tantangan utama penegakan hukum dalam perdagangan
ilegal satwa liar meliputi cakupan hukum, deteksi dan pelaporan, penangkapan
dan penahanan pelaku, pendaftaran kasus dan tuntutan yang diberikan kepada
pelaku serta implementasi dan penegakan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1999
tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Hasil penelitian ini, telah
diketahui Pemerintah berupaya menanggulangi perdagangan ilegal satwa liar
dengan berbagai cara seperti advokasi peraturan dan perundang-undangan yang
berkaitan dengan satwa, peningkatan sarana dan prasana bagi penegak hukum dalam
mengatasi perdagangan ilegal satwa liar serta melibatkan masyarakat dan
pihak-pihak lain seperti lembaga swadaya masyarakat (LSM) secara aktif.
Dalam
memecahkan rantai perdagangan satwa liar ini, perjanjian pelarangan perdagangan
antar negara saja tampaknya belum cukup. Mengingat salah satu faktor pemicunya
adalah masalah ekonomi. Oleh sebab itu dalam melakukan perjanjian ini,
faktor ekonomi harus dimasukkan dalam perjanjian. Melarang dan menghukum saja tidak
akan memecahkan masalah karena akar permasalahan yang memicu pelaku melakukan
perdagangan satwa liar ini adalah masalah ekonomi.
BKSDA Sumbar Gagalkan Penyeludupan Satwa Liar di Pelabuhan Bungus Padang
Penggagalan
ini berawal dari Informasi petugas Balai Taman Nasional (BTN) Siberut mengenai
adanya oknum yang membawa burung beo dengan memanfaatkan moment mudik lebaran.
Dari Informasi tersebut petugas WRU BKSDA Sumbar bergerak menuju pelabuhan
Angkutan Sungai Dan Penyeberangan (ASDP) Bungus. Sesampai di lokasi, petugas
melakukan penyergapan di Kapal Ambu dan mendapatkan 3 (tiga) ekor burung beo
mentawai yang ditinggalkan oleh pelaku yang telah melarikan diri.
Pada
tanggal 23 April 2022, petugas BTN Siberut juga berhasil menggagalkan 5 (lima)
ekor burung mentawai di pelabuhan Simailepet yang hendak dibawa ke Padang di
Kapal Mentawai Fest sebelum kapal berangkat ke palabuhan Mentawai Fest di
Padang dan langsung dilepasliarkan. Beo Mentawai termasuk jenis satwa yang
dilindungi bedasarkan Permen LHK No. P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018. Satwa
ini dilindungi karena sudah terancam punah, perburuan akan beo mentawai ini
sangat tinggi mengingat suara dan bentuknya yang khas dan unik.
Ketua BKSDA menyampaikan himbauan yaitu kepada
seluruh masyarakat saya himbau untuk tidak menangkap, melukai, membunuh,
menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut dan memperniagakansatwa dilindungi
dalam keaadaan hidup atau mati ataupun berupa bagian tubuh, telur dan merusak
sarangnya. Mari kita bersama sama menjaga serta melestarikan tumbuhan dan satwa
liar dilindungi.
“Indonesia
sebagai negara yang dikenal sebagai negara mega biodiversity perlu melakukan
upaya keras agar dapat mengurangi perdagangan satwa liar terutama yang dilindungi
dengan status langka. Jika hal ini tidak serius dilakukan maka dalam kurun
waktu yang tidak terlalu lama, status mega biodiversity ini akan hilang dan
tentunya akan merusak reputasi Indonesia di tatanan internasional. Indonesia
memang masih memiliki hutan, namun satwa liar penghuni hutan secara pasti akan
menghilang jika tidak dilakukan tindakan penegakan hukum yang serius dan juga
pemenuhan kebutuhan masyarakat di sekitar hutan agar menjadi bagian dalam
melakukan pelestarian satwa liar,”
Penulis:
Pepi D (Sola Gratia br Sinuraya)
Editor:
Mrende (Putri Armenia Urelia)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar