Lestarii

Minggu, 12 Februari 2023

BKSDA Sumut Sita Satwa Langka Saat Pameran HUT Pemkab Langkat

 BKSDA Sumut Sita Satwa Langka Saat Pameran HUT Pemkab Langkat

Hutan Indonesia memiliki keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa yang tergolong kaya. Dengan luas daratan yang hanya sekitar 1,3 % dari luas permukaan bumi, dapat dijumpai tidak kurang 27.500 jenis tumbuhan berbunga, 515 spesies mamalia, 511 spesies reptilia, 270 spesies amphibia dan 1539 spesies burung (311 spesies endemik). Satwa liar memberi manfaat terhadap manusia dan pembangunan vegetasi pada ekosistem hutan. Manfaat itu antara lain: diburu untuk memperoleh kulit, bulu dan daging, menyebarkan bijibijian khususnya satwa pemakan biji sehingga terjadi keseimbangan ekosistem. Perdagangan satwa ilegal di wilayah RI cenderung meningkat. Indonesia menyimpan banyak keanekaragaman jenis satwa liar, namun juga merupakan salah satu negara yang mempunyai laju kepunahan jenis satwa yang cukup tinggi. Daftar panjang tentang satwa liar yang terancam punah tersebut dapat dilihat dari sulitnya untuk melihat beberapa jenis satwa liar di habitat aslinya.

Kejahatan perburuan dan peredaran satwa liar dilindungi ini ternyata ini ternyata juga melibatkan oknum aparat pemerintah dan pejabat pemerintah maupun aparat keamanan. Hal ini dapat dilihat dari tertangkapnya perdagangan satwa liar sekitar 10 ekor. Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Utara (Sumut) menyita 10 ekor satwa langka dari lokasi pameran HUT Pemkab Langkat di Lapangan Bola Stabat, Kabupaten Langkat. Perdagangan satwa secara ilegal menjadi tindakan pidana yang sangat berpengaruh bagi keseimbangan ekosistem makhluk hidup di alam. Menurut organisasi perlindungan satwa liar ProFauna Indonesia, lebih dari 95% satwa yang dijual di pasar domestik merupakan tangkapan langsung dari alam, bukan merupakan produk hasil penangkaran.Perdagangan satwa ilegal dapat dikatakan apabila tidak dimilikinya ijin resmi dari pemerintah serta Balai Konservasi Sumber Daya Alam. Tindak pidana perdagangan tersebut telah diatur dalam Undang Undang No. 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, yang menyebutkan bahwa setiap orang dilarang untuk menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, hingga memperniagakan satwa liar.

Kepala Seksi Wilayah II BKSDA Sumut Herbert Aritonang mengatakan, sebanyak 10 satwa langka dilindungi yang disita itu, yakni 7 ekor burung elang, 2 ekor kukang dan 1 ekor buaya.“Satwa-satwa langka ini dipamerkan saat pameran HUT Pemkab Langkat, Ternyata satwa ini mau dijual. Satwa yang disita tersebut adalah satwa yang dilindungi oleh undangundang. Perlindungan satwa liar sudah diatur dalam instrumen hukum internasional yakni pada konvensi CITES. Di dalam ketentuan ini, satwa dibagi berdasarkan 3 kelas yaitu spesies yang termasuk di dalam Appendix I (spesies-spesies yang terancam punah), appendix II (spesies yang perdagangannya dikendalikan/dibatasi) dan III (spesies yang perkembangannya dibantau). Perlindungan satwa liar di Indonesia diatur dalam ketentuan UU No.5 tahun 1990 tentang tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3419). Dalam undang-undang ini, jenis satwa dibagi kedalam satwa yang dilindungi dan satwa yang tidak dilindungi.

Satwa yang diperdagangkan itu kemudian diamankan, satwa langka itu lang dititipkan ke Lembaga Konservasi Pematangsiantar. Sementara untuk tersangka NM, saat ini masih kami lakukan penahanan, NM ternyata sudah sering menjual satwa langka ke Sumut dari Jawa Tengah. Satwa langka tersebut dibawanya dengan diangkut menggunakan mobil pribadi. Selama ini, satwa-satwa yang dibawanya itu tidak tertangkap dan semuanya telah laku dijual. Atas perbuatan NM itu, kata Herbert, Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) BKSDA Sumut akan menjeratnya dengan Undnag-undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem dengan ancama pidana 5 tahun penjara dan denda Rp 100 juta.

Dibutuhkan terobosan hukum dari aparat penegak hukum dalam penanganan kasus kejahatan tumbuhan dan satwa liar ini. Hal ini dimungkinkan dengan penggunaan ketentuan dalam perundang-undangan lainnya, seperti Undang-undang No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,54 Undang-undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi55 dan Undang-undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Dalam hal kejahatan, salah satu kejahatan kehutanan yang ada adalah kejahatan peredaran dan perdagangan tumbuhan dan satwa liar yang dlindungi di Indonesia. Sebagian pihak mulai mempercayai bahwa jenis kejahatan ini sudah masuk dalam jenis kejahatan yang terorganisir dan telah merugikan negara secara ekonomi dan lingkungan/ekosistem. Hal ini tercermin dari semua kasus yang ditangani aparat, yang membuktikan antara pelaku yang mengambil, membawa dan memperdagangkan tidak sendiri tetapi merupakan jaringan kerjasama yang tertutup (sistem sel). Sebagai kejahatan khusus, dalam proses penegakan hukum masih terdapat kendala-kendala teknis dan non teknis, sehingga masih bayak putusan pengadilan atas kasus ini memvonis rendah pelaku, yaitu dengan pidana penjara hitungan bulan hingga 1,5 tahun saja. Kondisi ini memberikan sinyal lemah bagi pelaku agar jera melakukan kejahatan. Kejahatan satwa liar ini telah menimbulkan kerusakan multi dimensi, yang mencakup kerusakan ekosistem, kepunahan jenis endemik, ancaman penyakit.

Penulis: Patar Simangunsong (Pemjo RDA)

Editor: Putri Armenia Urelia (Mrende RBS)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ekspedisi Sekret Rimbapala Boras Pati

Kegiatan ini bertujuan untuk menambah wawasan, menjalin tali persaudaraan se MAPALA- SU untuk Anggota Muda RIMBAPALA Kehutanan USU. 1. Gempa...