PERBURUAN SATWA LIAR
Indonesia memiliki keanekaragaman jenis satwa liar yang tinggi dan tersebar di beberapa
tipe habitat. Bermacam-macam jenis satwa liar ini merupakan sumberdaya alam yang dapat
dimanfaatkan untuk banyak kepentingan manusia yang meliputi berbagai aspek kehidupan baik
untuk kepentingan ekologis, ekonomis, sosial dan kebudayaan. Manusia memanfaatkannya
dengan berbagai cara dan sering kali menyebabkan terjadinya penurunan
populasi mereka, bahkan hingga menyebabkan beberapa jenis satwa liar terancam
punahIndonesia merupakan salah satu rumah bagi satwa-satwa, baik yang dilindungi maupun
yang tidak dilindungi. Setiap satwa memiliki porsi masing-masing, diantaranya ada 12%
mamalia, 16% reptil dan amfibi, 17% burung, 25% ikan, dan sisanya 10% tanaman berbunga.
Tingkat endemisme yang tinggi dengan keunikan tersendiri yang menjadi salah satu faktor
keanekaragaman hayati dan non hayati bertebaran tumbuh di Indonesia.
Manusia memanfaatkan satwa liar dengan berbagai cara dan sering menyebabkan
terjadinya penurunan populasi terancam punah. Meningkatnya jumlah populasi manusia
berdampak pada meluasnya pembangunan di berbagai sektor diantaranya pembukaan kawasan
hutan untuk perkebunan dan pertambangan, Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perburuan
satwa liar di Desa Sinsingon Kecamatan Passi Timur. Hasil penelitian terdapat 8 jenis satwa liar
yang diburuh yaitu Tikus (Rattus sp) 100%, Babi Hutan (Sus celebensis) 30,4%, Kus-Kus
(Ailurops ursinus) 30,4%, Kelelawar (Chairoptera) 21,7%, Burung Mandar (Gallirallus
philippensis) 21,7%, Burung Pergam (Gallirallus philippensis) 13,0%,Yaki (Macaca Nigra)
8,7%,Ular (Python reticulatus) 4,3%.
Pemanfaatan keanekaragaman hayati dan non hayati tidak boleh digunakan secara
berlebihan, contohnya satwa liar. Satwa liar yang dilindungi dilarang untuk dipelihara, dimiliki,
diburu maupun diperdagangkan, namun masyarakat masih belum bisa membedakan satwa yang
dilindungi dan tidak dilindungi. Hal ini membuat naiknya terus menerus perdagangan satwa liar
ilegal, dan naiknya angka kepunahan satwa langka dilindungi. Kasus perdagangan satwa langka
dilindungi masih saja marak dilakukan, meski pemerintah telah mengaturnya dalam UndangUndang. Dilansir dari Kompas.com, menurut Guru Besar IPB, Prof. Ronny Rachman Noor
mengatakan bahwa Indonesia tercatat sebagai salah satu eksportir produk satwa liar terbesar.
Bertolak dari berbagai kasus yang ada, banyak pihak seperti para ahli konservasi,
pemerintah, maupun lembaga non-profit saat ini tengah berusaha memberantas aktivitas
perburuan. Salah satu cara yang ditempuh yaitu dengan memanfaatkan Artificial Intelligence
(AI) atau kecerdasan buatan. Sekarang AI diimplementasikan ke berbagai peralatan teknologi
dan diintegrasikan ke banyak sektor juga industri, salah satunya untuk mendukung konservasi
yang dapat dimanfaatkan untuk melindungi satwa liar dari perburuan ilegal. kenapa kita harus
repot-repot melakukan konservasi satwa kalo ternyata udah banyak spesies punah tanpa campur
tangan manusia? Apa juga peran sebenarnya dari satwa-satwa tersebut sampai harus kita
lindungi? Sebelumnya dijelaskan terlebih dahulu hewan apa yang terancam punah.
Tetapi memang di dalam sejarah panjang dari bumi yang berumur 4,5 milyar tahun ini, bisa
dibilang lebih dari 95% mahluk hidup yang pernah ada di bumi ini udah punah. Kepunahan
spesies adalah hal yang wajar dalam perjalanan makhluk hidup di bumi. Ada kepunahan alami
yang terjadi sepanjang waktu ketika di waktu dan lingkungan tertentu, secara random, alam
melakukan seleksi pada spesies-spesies yang kurang bisa menyesuaikan diri pada (perubahan)
lingkungannya. Contoh spesies yang mengalami kepunahan alami adalah hiu Megalodon yang
hidup 23 hingga 2,6 juta tahun yang lalu. Megalodon tuh punya ukuran tubuh yang guedee
banget. Tentunya butuh makan mangsa yang banyak banget untuk memenuhi kebutuhan kalori
tubuhnya. Di saat yang bersamaan, ada satu spesies pesaing Megalodon yang punya menu
makanan sama, yaitu moyangnya paus pembunuh, yang berukuran tubuh lebih kecil. Salah satu
hipotesis ilmuwan menyatakan kalo akhirnya Megalodon kalah saing dan lama-kelamaan punah.
Tertera jelas dalam Undang-Undang RI No 5/1990 mengenai Konservasi Sumber Daya
Alam Hayati dan Ekosistemnya yang mengatur tentang larangan jual beli satwa langka dan
dilindungi. Bahkan dalam pasal 40 ayat (2) pun menerangkan, apabila melanggar Pasal 21 ayat
(1) dan ayat (2) serta Pasal 33 ayat (3) dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun
dan denda paling banyak Rp 100.000.000. Adanya Undang-Undang yang berlaku di Indonesia
tetap tidak membuat perdagangan satwa ilegal ini berhenti. Permintaan satwa liar yang tinggi ini
membuat terus menerus perburuan, penyelundupan dilakukan terutama dalam satwa burung
murai batu, ular, dan binturong.
Burung Murai Batu atau dikenal dengan istilah white rumped shama (Copsychus
malabaricus) merupakan salah satu jenis burung kicau yang cukup digemari di Indonesia. Murai
batu masuk ke dalam Family Turdidae karena memiliki kemampuan berkicau yang baik dengan
suara merdu, bermelodi dan memiliki berbagai variasi suara unik. Selain kemerduan kicaunya,
pasalnya keeksotisan dan karisma yang dimiliki murai batu pun merupakan salah satu daya tarik
paling tinggi.
Kemewahan dan keindahan suara kicaunya merupakan salah satu alasan tingginya
perburuan murai batu di alam liar. Tingginya perburuan terhadap burung ini menyebabkan murai
batu sempat masuk kategori satwa dilindungi dalam Peraturan Kementerian Lingkungan Hidup
dan Kehutanan (KLHK) Nomor 20 Tahun 2018. Namun, dalam Peraturan KLHK Nomor 92
Tahun 2018 murai batu resmi dikeluarkan statusnya dari kategori satwa dilindungi. Keputusan
ini merupakan hasil dari kajian sosial dan ekonomi yang dilakukan untuk menanggapi berbagai
saran dari masyarakat yang menjalankan bisnis perdagangan burung serta masyarakat yang hobi
memelihara burung kicau untuk dijadikan primadona lomba atau kontes.
Menurut Britha Dian dari Garda Animalia, banyaknya komunitas pecinta burung dan
aktivitas perlombaan burung kicau dapat berpengaruh terhadap populasi burung tidak hanya
murai batu. Hobi dan aktivitas-aktivitas perlombaan yang demikian membuat orang juga
berlomba-lomba memiliki burung, menangkarkan, dan lain sebagainya. Sayangnya kalau di
Indonesia, perlombaan semacam ini terkadang mendapatkan “dukungan” dari pemerintah
melalui sponsorship atau bentuk lainnya. Sehingga kegiatan ini menarik minat banyak orang
yang akhirnya berpengaruh pada keseimbangan ekosistem dan keberadaan satwa tersebut di
alam.
Perburuan murai batu masih terbilang tinggi di alam liar, terlebih ketika murai batu sudah
dihapuskan dari daftar satwa yang dilindungi. Junaidi Hanafiah, reporter Mongabay yang pernah
menulis mengenai perburuan murai batu setuju bahwa penghapusan murai batu dari daftar satwa
yang dilindungi menjadikan populasi burung murai kini semakin menipis, “Ketika satwa (murai)
dilindungi, perburuannya saja sudah banyak, apalagi setelah statusnya dicabut menjadi tidak
dilindungi. Di penangkaran memang masih banyak, namun di alam liar saya jarang sekali
menemukan (murai batu). Saya khawatir, jika terus diburu suatu hari akan punah.” Melihat
banyak kasus mengenai pemburuan satwa liar, kita sebagai generasi muda diharapkan mampu
untuk menjaga dan melindungi satwa liar terkhusus yang ada di Indonesia ini, agar kedepannya
tidak ada lagi kata kepunahan satwa satwa yg ada di Indonesia bahkan di dunia
Penulis: Raynata Andini (Dupo RDA)
Editor: Putri Armenia Urelia (Mrende RBS)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar