Lestarii

Sabtu, 25 Februari 2023

PERBURUAN SATWA LIAR

 PERBURUAN SATWA LIAR


Indonesia memiliki keanekaragaman jenis satwa liar yang tinggi dan tersebar di beberapa tipe habitat. Bermacam-macam jenis satwa liar ini merupakan sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan untuk banyak kepentingan manusia yang meliputi berbagai aspek kehidupan baik untuk kepentingan ekologis, ekonomis, sosial dan kebudayaan. Manusia memanfaatkannya dengan berbagai cara dan sering kali menyebabkan terjadinya penurunan populasi mereka, bahkan hingga menyebabkan beberapa jenis satwa liar terancam punahIndonesia merupakan salah satu rumah bagi satwa-satwa, baik yang dilindungi maupun yang tidak dilindungi. Setiap satwa memiliki porsi masing-masing, diantaranya ada 12% mamalia, 16% reptil dan amfibi, 17% burung, 25% ikan, dan sisanya 10% tanaman berbunga. Tingkat endemisme yang tinggi dengan keunikan tersendiri yang menjadi salah satu faktor keanekaragaman hayati dan non hayati bertebaran tumbuh di Indonesia.

Manusia memanfaatkan satwa liar dengan berbagai cara dan sering menyebabkan terjadinya penurunan populasi terancam punah. Meningkatnya jumlah populasi manusia berdampak pada meluasnya pembangunan di berbagai sektor diantaranya pembukaan kawasan hutan untuk perkebunan dan pertambangan, Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perburuan satwa liar di Desa Sinsingon Kecamatan Passi Timur. Hasil penelitian terdapat 8 jenis satwa liar yang diburuh yaitu Tikus (Rattus sp) 100%, Babi Hutan (Sus celebensis) 30,4%, Kus-Kus (Ailurops ursinus) 30,4%, Kelelawar (Chairoptera) 21,7%, Burung Mandar (Gallirallus philippensis) 21,7%, Burung Pergam (Gallirallus philippensis) 13,0%,Yaki (Macaca Nigra) 8,7%,Ular (Python reticulatus) 4,3%.

Pemanfaatan keanekaragaman hayati dan non hayati tidak boleh digunakan secara berlebihan, contohnya satwa liar. Satwa liar yang dilindungi dilarang untuk dipelihara, dimiliki, diburu maupun diperdagangkan, namun masyarakat masih belum bisa membedakan satwa yang dilindungi dan tidak dilindungi. Hal ini membuat naiknya terus menerus perdagangan satwa liar ilegal, dan naiknya angka kepunahan satwa langka dilindungi. Kasus perdagangan satwa langka dilindungi masih saja marak dilakukan, meski pemerintah telah mengaturnya dalam UndangUndang. Dilansir dari Kompas.com, menurut Guru Besar IPB, Prof. Ronny Rachman Noor mengatakan bahwa Indonesia tercatat sebagai salah satu eksportir produk satwa liar terbesar.

Bertolak dari berbagai kasus yang ada, banyak pihak seperti para ahli konservasi, pemerintah, maupun lembaga non-profit saat ini tengah berusaha memberantas aktivitas perburuan. Salah satu cara yang ditempuh yaitu dengan memanfaatkan Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan. Sekarang AI diimplementasikan ke berbagai peralatan teknologi dan diintegrasikan ke banyak sektor juga industri, salah satunya untuk mendukung konservasi yang dapat dimanfaatkan untuk melindungi satwa liar dari perburuan ilegal. kenapa kita harus repot-repot melakukan konservasi satwa kalo ternyata udah banyak spesies punah tanpa campur tangan manusia? Apa juga peran sebenarnya dari satwa-satwa tersebut sampai harus kita lindungi? Sebelumnya dijelaskan terlebih dahulu hewan apa yang terancam punah.

Tetapi memang di dalam sejarah panjang dari bumi yang berumur 4,5 milyar tahun ini, bisa dibilang lebih dari 95% mahluk hidup yang pernah ada di bumi ini udah punah. Kepunahan spesies adalah hal yang wajar dalam perjalanan makhluk hidup di bumi. Ada kepunahan alami yang terjadi sepanjang waktu ketika di waktu dan lingkungan tertentu, secara random, alam melakukan seleksi pada spesies-spesies yang kurang bisa menyesuaikan diri pada (perubahan) lingkungannya. Contoh spesies yang mengalami kepunahan alami adalah hiu Megalodon yang hidup 23 hingga 2,6 juta tahun yang lalu. Megalodon tuh punya ukuran tubuh yang guedee banget. Tentunya butuh makan mangsa yang banyak banget untuk memenuhi kebutuhan kalori tubuhnya. Di saat yang bersamaan, ada satu spesies pesaing Megalodon yang punya menu makanan sama, yaitu moyangnya paus pembunuh, yang berukuran tubuh lebih kecil. Salah satu hipotesis ilmuwan menyatakan kalo akhirnya Megalodon kalah saing dan lama-kelamaan punah. 

Tertera jelas dalam Undang-Undang RI No 5/1990 mengenai Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya yang mengatur tentang larangan jual beli satwa langka dan dilindungi. Bahkan dalam pasal 40 ayat (2) pun menerangkan, apabila melanggar Pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 33 ayat (3) dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 100.000.000. Adanya Undang-Undang yang berlaku di Indonesia tetap tidak membuat perdagangan satwa ilegal ini berhenti. Permintaan satwa liar yang tinggi ini membuat terus menerus perburuan, penyelundupan dilakukan terutama dalam satwa burung murai batu, ular, dan binturong.

Burung Murai Batu atau dikenal dengan istilah white rumped shama (Copsychus malabaricus) merupakan salah satu jenis burung kicau yang cukup digemari di Indonesia. Murai batu masuk ke dalam Family Turdidae karena memiliki kemampuan berkicau yang baik dengan suara merdu, bermelodi dan memiliki berbagai variasi suara unik. Selain kemerduan kicaunya, pasalnya keeksotisan dan karisma yang dimiliki murai batu pun merupakan salah satu daya tarik paling tinggi.

Kemewahan dan keindahan suara kicaunya merupakan salah satu alasan tingginya perburuan murai batu di alam liar. Tingginya perburuan terhadap burung ini menyebabkan murai batu sempat masuk kategori satwa dilindungi dalam Peraturan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Nomor 20 Tahun 2018. Namun, dalam Peraturan KLHK Nomor 92 Tahun 2018 murai batu resmi dikeluarkan statusnya dari kategori satwa dilindungi. Keputusan ini merupakan hasil dari kajian sosial dan ekonomi yang dilakukan untuk menanggapi berbagai saran dari masyarakat yang menjalankan bisnis perdagangan burung serta masyarakat yang hobi memelihara burung kicau untuk dijadikan primadona lomba atau kontes.

Menurut Britha Dian dari Garda Animalia, banyaknya komunitas pecinta burung dan aktivitas perlombaan burung kicau dapat berpengaruh terhadap populasi burung tidak hanya murai batu. Hobi dan aktivitas-aktivitas perlombaan yang demikian membuat orang juga berlomba-lomba memiliki burung, menangkarkan, dan lain sebagainya. Sayangnya kalau di Indonesia, perlombaan semacam ini terkadang mendapatkan “dukungan” dari pemerintah melalui sponsorship atau bentuk lainnya. Sehingga kegiatan ini menarik minat banyak orang yang akhirnya berpengaruh pada keseimbangan ekosistem dan keberadaan satwa tersebut di alam.

Perburuan murai batu masih terbilang tinggi di alam liar, terlebih ketika murai batu sudah dihapuskan dari daftar satwa yang dilindungi. Junaidi Hanafiah, reporter Mongabay yang pernah menulis mengenai perburuan murai batu setuju bahwa penghapusan murai batu dari daftar satwa yang dilindungi menjadikan populasi burung murai kini semakin menipis, “Ketika satwa (murai) dilindungi, perburuannya saja sudah banyak, apalagi setelah statusnya dicabut menjadi tidak dilindungi. Di penangkaran memang masih banyak, namun di alam liar saya jarang sekali menemukan (murai batu). Saya khawatir, jika terus diburu suatu hari akan punah.” Melihat banyak kasus mengenai pemburuan satwa liar, kita sebagai generasi muda diharapkan mampu untuk menjaga dan melindungi satwa liar terkhusus yang ada di Indonesia ini, agar kedepannya tidak ada lagi kata kepunahan satwa satwa yg ada di Indonesia bahkan di dunia

Penulis: Raynata Andini (Dupo RDA)

Editor: Putri Armenia Urelia (Mrende RBS) 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ekspedisi Sekret Rimbapala Boras Pati

Kegiatan ini bertujuan untuk menambah wawasan, menjalin tali persaudaraan se MAPALA- SU untuk Anggota Muda RIMBAPALA Kehutanan USU. 1. Gempa...